Saturday, June 21, 2008
Surat An-Nur: 30-31
"Katakanlah kepada orang-orang laki-laki yang beriman "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, apa yang mereka perbuat." "Katakanlah kepada wanita yang beriman :"Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka meukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung."
Batasan Aurat antara Pria dan Wanita
Sababun Nuzul
Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata : Seorang sahabat pada masa Rasulullah Saw. berjalan di suatu jalan Madinah, lalu Ia melihat seorang wanita dan begitupun sebaliknya. Lalu setan membisikkan kepada keduanya dengan berapologi bahwa mereka tidak saling melihat kecuali hanya karena kagum semata.
Kejadian berikutnya, lelaki itu berjalan di pinggir dinding tanpa berkedip melihat wanita tersebut, akhirnya ia menabrak dinding itu dan patah tulangnya. Atas peristiwa yang menimpanya, lelaki itu berkata: "Demi Allah , aku tidak akan mengelap darah ini kecuali setelah menghadap Rasulullah Saw. dan mengajarkan kepadaku tentang hal ini." Maka ia mendatangi Rasulullah Saw dan menceritakan kejadian yang menimpa dirinya, Maka Nabi bersabda :"Ini balasan dari perbuatanmu dan turunlah ayat tersebut diatas."
Aspek Hukum dan Sosial
Ayat di atas menjelaskan tentang dua aspek kehidupan manusia, yaitu aspek sosial dan aspek hukum. Dalam aspek hukum, Allah Swt. menjelaskan tentang disyari'atkannya hijab, dan berbicara Tentang hal-hal lain yang berkaitan dengan seluk beluk wanita, mulai dari soal aurat, batasan yang boleh dilihat dan yang tidak boleh. Termasuk apakah wajah termasuk aurat yang berimplikasi diwajibkannya niqab (cadar) atau wajah tidak termasuk aurat sehingga tidak wajib niqab. Hal lain adalah tentang siapa saja yang boleh melihat, dan hukum melihat lawan jenis. Dalam aspek sosial, ayat ini berbicara tentang aturan hubungan lawan jenis dan akibat-akibat yang ditimbulkan jika aturan itu dilanggar.
Hukum Melihat Lawan Jenis
Dalam ayat ini Allah Swt. menjelaskan bahwa seorang Muslim atau Muslimah tidak boleh (haram) melihat lawan jenisnya yang bukan muhrim, kecuali orang-orang yang dikecualikan dalam ayat tersebut. Meskipun demikian melihat atau memandang dapat diperbolehkan (halal) jika pandangan tersebut hanya satu kali dan tidak disengaja, karena ketidaksengajaan merupakan perbuatan di luar kemauan manusia dan dilakukan tanpa kesadaran. Lain halnya jika pandangan pertama itu diikuti dengan pandangan yang berikutnya maka pandangan yang kedua itu pada dasarnya berasal dari setan dan akan menimbulkan fitnah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. kepada Ali ra :" Hai Ali, janganlah mengikuti setiap pandangan, sesungguhnya yang pertama itu (tidak sengaja) untukmu dan yang berikutnya dari setan."
Atas dasar itulah, maka tak aneh jika ayat di atas mewajibkan setiap mukimin dan mukminah untuk menundukkan pandangan sebagai solusi dari terbukanya pintu setan dan fitnah.
Aurat Wanita dan Pria
Ayat di atas juga menjelaskan bahwa setiap Muslim dan Muslimat hendaknya menjaga kemaluan mereka. Perintah menjaga kemaluan menunjukkan adanya perintah menutup aurat. Hukumnya sama dengan perintah menundukkan pandangan Ustadz Muhamad Ali Ash Shabuni mengatakan bahwa "Para Fuqaha sepakat wajibnya menutup aurat bagi setiap muslim dan Muslimat, akan tetapi mereka berbeda dalam menentukan batasannya." Lalu beliau menguraikanya sebagai berikut :
Aurat laki-laki bagi laki-laki
Menurut mayoritas ulama, batasan aurat laki-laki bagi laki -laki adalah antara pusar dan lutut, sebagaimana sabda Nabi Saw. Ketika duduk-duduk bersama para sahabatnya dan salah seorang sahabat ada yang terbuka pahanya lalu Rasulullah bersabda :"Yang aku tahu paha itu adalah aurat".
Dengan demikian maka seorang laki-laki dilarang melihat aurat laki-laki, sebagaimana sabda Nabi Saw: "Tidak boleh seorang laki-laki melihat aurat laki-laki yang lain, dan wanita melihat aurat wanita lainnya."
Aurat laki-laki bagi wanita
Muhammad Ali Ash Shabuni menggatakan bahwa aurat laki-laki bagi wanita ialah antara pusar dan lutut baik yang muhrim maupun yang tidak muhrim. Adapun bagi para istri maka tidak ada batasan aurat, sebagaimana Firman-Nya:". Kecuali bagi istri-istri mereka."
Aurat wanita bagi wanita
Aurat wanita bagi wanita batasannya sama dengan aurat laki-laki bagi Laki-laki, yaitu antara pusar dan lutut, dan boleh melihat selain dua tempat itu, kecuali dengan wanita kafir, kafir dzimmi atau wanita musyrik, para ulama berbeda pendapat, muara perbedaan itu terdapat pada penafsiran firman Allah Swt. Dalam surat ini : . Kelompok pertama, mereka berpendapat yang dimaksud dengan ialah wanita-wanita muslim/muslimah saja, adapun selain muslimah baik ia kafir, kafir dzimmi atau musyrik tidak boleh bagi wanita Muslimah untuk menampakkan sesuatu dari tubuhnya kecuali jika wanita kafir itu buta. Kelompok kedua mengatakan, dalam ayat ini tidak ada perbedaan antara wanita Muslim atau bukan muslim semuanya sama, makna di sana umum.
Sementara kelompok ketiga berbendapat, yang dimaksud dengan di sana ialah wanita-wanita khusus yang telah dekat, sudah kenal baik, tidak membedakan Muslim atau kafirnya, dan maksud dari ayat tersebut adalah wanita "asing" yang tidak dikenal akhlak, adat kebiasaan dan adabnya. Ibrahnya bukan karena perbedaan agama tetapi karena perbedaan akhlak.
Ustadz Muhammad Ali Ash Shabuni di akhir keterangannya setelah mengutip beberapa pendapat tadi mengatakan : Pendapat ini (yang terakhir) merupakan yang syarat akan kemuliaan, kalaulah para muslimah pada masa sekarang memegang teguh pendapat ini, niscaya akan mengurangi kebobrokan moral yang terjadi saat ini.
Aurat wanita bagi laki-laki
Asy-Syafi'iyyah dan Al Hanabilah berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat termasuk kukunya, Imam Ahmad berkata:" Seluruh yang ada pada tubuh wanita adalah aurat termasuk kukunya". Sedangkan Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berpendapat: "Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan."pendapat ini adalah pendapat jumhur ulama sebagimana yang dikatakan oleh DR. Yusuf al Qardhawi, dan permasalahan ini merupakan hal sudah diketahui sejak masa sahabat.
Dalil-dalil Imam Malik dan Abu Hanifah Imam Malik dan Abu Hanifah mengambil dalil firman Allah swt.
dalam ayat itu disebutkan tidak boleh menampakkan perhiasan mereka kecuali yang tampak, yaitu wajah dan telapak tangan. Said bin Jabir dalam menafirkan ayat ini berkata :"makna "kecuali yang tampak" ialah wajah dan telapak tangan, pendapat ini dikuatkan dengan sabda Nabi saw. Dari Aisyah ra. Ia berkata:"Sesungguhnya Asma bin Abi Bakar masuk ke kamar Rasulullah saw. sedang mengenakan pakaian tipis, maka Rasulullah memalingkan wajahnya seraya berkata :"Hai Asma sesungguhnya wanita jika telah berhaid, maka tidak boleh nampak darinya kecuali ini dan ini", sambil mengisyaratkan kepada wajah dan telapak tangan. Mereka juga menggunakan dalil aqli, yaitu dengan mengatakan: yang menunjukkan wajah dan telapak tangan bukan aurat ialah ketika shalat wanita menampakkan wajah dan telapak tangan padahal dalam shalat wajib menutup aurat, kalaulah wajah dan telapak tangan itu aurat pasti dalam shalat harus ditutup. Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang lain.
Dalil Imam Syafi'I dan Imam Ahmad bin Hanbal dalam firman Allah ta'ala
ditegaskan tidak boleh bagi wanita menampakkan "zina" mereka, zina itu terbagi kepada dua bagian. Pertama, zina yang berasal penciptaan dan kedua, zina yang dapat dicapai oleh manusia. Yang pertama ialah wajah, karena asalnya adalah indah dan sumber fitnah, sedangkan yang kedua ialah yang dapat dicapai dengan mempercantik diri, seperti make up dan lain sebagainya. Dalam ayat itu haram bagi wanita menampakkan zinanya dan ia harus menutup seluruh perhiasan yang ada padanya, termasuk wajah dan telapak tangan. Wallahu a'lam.
Friday, June 20, 2008
URGENSI TAUHID
Sesungguhnya Allah menciptakan segenap alam agar mereka menyembah kepadaNya. Mengutus para rasul untuk menyeru semua manusia agar mengesakanNya. Al-Qur'anul Karim dalam ba-nyak suratnya menekankan tentang arti pentingnya aqidah tauhid. Menjelaskan bahaya syirik atas pribadi dan jama'ah. Dan syirik meru-pakan penyebab kehancuran di dunia serta keabadian di dalam Neraka.
Semua para rasul memulai dakwah (ajakan)nya kepada tau-hid. Hal ini merupakan perintah Allah yang harus mereka sampaikan kepada umat manusia. Allah berfirman:
"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya, 'Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku'." (Al-Anbiyaa': 25)
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam tinggal di kota Makkah selama tiga belas tahun. Selama itu, beliau mengajak kaumnya untuk mengesakan Allah, me-mohon kepadaNya semata, tidak kepada yang lain. Di antara wahyu yang diturunkan kepada beliau saat itu adalah:
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun denganNya' (Al-Jin: 20)
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam mendidik para pengikutnya kepada tauhid sejak kecil. Kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas, beliau bersabda,
"Bila kamu meminta, mintalah kepada Allah dan bila kamu me-mohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih)
Tauhid inilah yang di atasnya didirikan hakikat ajaran Islam. Dan Allah tidak menerima seseorang yang mempersekutukanNya.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam mendidik para sahabatnya agar memulai dak-wah kepada umat manusia dengan tauhid. Ketika mengutus Mu'adz ke Yaman sebagai da'i, beliau bersabda:
"Hendaknya yang pertama kali kamu serukan mereka adalah bersaksi, 'Sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang berhak disem-bah) kecuali Allah,' Dalam riwayat lain disebutkan, 'Agar mere-ka mengesakan Allah'." (Muttafaq 'alaih)
Sesungguhnya tauhid tercermin dalam kesaksian bahwa ti-dak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Maknanya, tidak ada yang berhak disembah selain Allah dan tidak ada ibadah yang benar kecuali apa yang di bawa oleh Rasulullah r. Kalimat syahadat ini bisa memasukkan orang kafir ke dalam agama Islam, karena ia adalah kunci Surga. Orang yang mengikrarkannya akan masuk Surga selama ia tidak dirusak dengan sesuatu yang bisa membatalkannya, misalnya syirik atau kalimat kufur.
Orang-orang kafir Quraisy pernah menawarkan kepada Ra-sulullah r kekuasaan, harta benda, isteri dan hal lain dari kesenangan dunia, tetapi dengan syarat beliau meninggalkan dakwah kepada tauhid dan tak lagi menyerang berhala-berhala. Rasulullah tidak me-nerima semua tawaran itu dan tetap terus melanjutkan dakwahnya. Maka tak mengherankan, dengan sikap tegas itu, beliau bersama sege-nap sahabatnya menghadapi banyak gangguan dan siksaan dalam per-juangan dakwah, sampai datang pertolongan Allah dengan keme-nangan dakwah tauhid. Setelah berlalu masa tiga belas tahun, kota Makkah ditaklukkan, berhala-berhala dihancurkan. Ketika itulah beli-au membaca ayat:
"Dan katakanlah yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (Al-Israa': 81)
Tauhid adalah tugas setiap muslim dalam hidupnya. Seorang muslim memulai hidupnya dengan tauhid. Meninggalkan hidup ini pula dengan tauhid. Tugasnya di dalam hidup adalah berdakwah dan menegakkan tauhid. Tauhid mempersatukan orang-orang beriman, menghimpun mereka dalam satu wadah kalimat tauhid. Kita memo-hon kepada Allah, semoga menjadikan kalimat tauhid sebagai akhir dari ucapan kita di dunia, serta mempersatukan umat Islam dalam satu wadah kalimat tauhid. Amin
A. KEUTAMAAN TAUHID
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-An'am: 82)
Abdullah bin Mas'ud meriwayatkan, "Ketika ayat ini turun, banyak umat Islam yang merasa sedih dan berat. Mereka berkata siapa di antara kita yang tidak berlaku zhalim kepada dirinya sendiri? Lalu Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam menjawab:
"Yang dimaksud bukan (kezhaliman) itu, tetapi syirik. Belumkah kalian mendengar nasihat Luqman kepada puteranya, "Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah (syirik) benar-benar suatu kezhaliman yang besar" (Luqman: 13) (Mutafaq Alaih)
Ayat ini memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman yang mengesakan Allah. Orang-orang yang tidak mencampur adukkan antara keimanan dengan syirik. Serta menjauhi segala bentuk per-buatan syirik. Sungguh mereka akan mendapatkan keamanan yang sempurna dari siksaan Allah di akhirat. Mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk di dunia.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam bersabda:
"Iman memiliki lebih dari enam puluh cabang. Cabang yang paling utama adalah 'Laa Ilaaha Illallah'dan cabang paling rendah adalah menyingkirkan kotoran dari jalan." (HR. Muslim)
B. TAUHID PENGANTAR BAHAGIA DAN PELEBUR DOSA
Dalam kitab Dalilul Muslim fil I'tiqaadi wat Tathhiir karya Syaikh Abdullah Khayyath dijelaskan, "Dengan kemanusiaan dan ke-tidakmaksumannya, setiap manusia berkemungkinan terpeleset, terje-rumus dalam maksiat kepada Allah."
Jika dia adalah seorang ahli tauhid yang murni dari kotoran-kotoran syirik maka tauhidnya kepada Allah, serta ikhlasnya dalam mengucapkan "Laa ilaaha illallah" menjadi penyebab utama bagi kebahagiaan dirinya, serta menjadi penyebab bagi penghapusan dosa-dosa dan kejahatannya. Sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah :
"Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah semata, tiada sekutu bagiNya, dan Muhammad adalah hamba dan utusanNya, dan kalimatNya yang disampaikanNya kepada Maryam serta ruh daripadaNya, dan (bersaksi pula bahwa) Surga adalah benar adanya dan Neraka pun benar adanya maka Allah pasti memasukkannya ke dalam Surga, apapun amal yang diperbuatnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Maksudnya, segenap persaksian yang dilakukan oleh seorang muslim sebagaimana terkandung dalam hadits di atas mewajibkan dirinya masuk Surga, tempat segala kenikmatan. Sekalipun dalam sebagian amal perbuatannya terdapat dosa dan maksiat. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadits qudsi, Allah I berfirman:
"Hai anak Adam, seandainya engkau datang kepadaKu dengan dosa sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika menemuiKu dalam keadaan tidak menyekutukanKu sedikitpun, niscaya Aku berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula." (HR. At-Tirmidzi dan Adh-Dhayya', hadits hasan)
Maknanya, seandainya engkau datang kepadaKu dengan dosa dan maksiat yang banyaknya hampir sepenuh bumi, tetapi engkau meninggal dalam keadaan bertauhid, niscaya aku ampuni segala dosa-dosamu itu.
Dalam hadits lain disebutkan:
"Barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) tidak berbuat syirik kepada Allah sedikit pun, niscaya akan masuk Surga. Dan barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) berbuat syirik kepada Allah, niscaya akan masuk Neraka." (HR. Muslim)
Hadits-hadits di atas menegaskan tentang keutamaan tauhid. Tauhid merupakan faktor terpenting bagi kebahagiaan seorang hamba. Tauhid juga merupakan sarana yang paling agung untuk melebur dosa-dosa dan maksiat.
C. MANFAAT TAUHID
Jika tauhid yang murni terealisasi dalam hidup seseorang, baik secara pribadi maupun jama'ah, niscaya akan menghasilkan buah yang amat manis. Di antara buah yang didapat adalah:
1. Memerdekakan manusia dari perbudakan serta tunduk kepada selain Allah, baik benda-benda atau makhluk lainnya:
Semua makhluk adalah ciptaan Allah. Mereka tidak kuasa untuk menciptakan, bahkan keberadaan mereka karena diciptakan. Mereka tidak bisa memberi manfaat atau bahaya kepada dirinya sendiri. Tidak mampu mematikan, menghidupkan atau membangkitkan.
Tauhid memerdekakan manusia dari segala perbudakan dan penghambaan kecuali kepada Tuhan yang menciptakan dan membuat dirinya dalam bentuk yang sempurna. Memerdekakan hati dari tun-duk, menyerah dan menghinakan diri. Memerdekakan hidup dari ke-kuasaan para Fir'aun, pendeta dan dukun yang menuhankan diri atas hamba-hamba Allah.
Karena itu, para pembesar kaum musyrikin dan thaghut-thaghut jahiliyah menentang keras dakwah para nabi, khususnya dakwah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam . Sebab mereka mengetahui makna laa ilaaha illallah sebagai suatu permakluman umum bagi kemerdekaan manusia. Ia akan menggulingkan para penguasa yang zhalim dan angkuh dari singgasana dustanya, serta meninggikan derajat orang-orang beriman yang tidak bersujud kecuali kepada Tuhan semesta alam.
2. Membentuk kepribadian yang kokoh:
Tauhid membantu dalam pembentukan kepribadian yang kokoh. Ia menjadikan hidup dan pengalaman seorang ahli tauhid begitu isti-mewa. Arah hidupnya jelas, tidak mempercayai Tuhan kecuali hanya kepada Allah. KepadaNya ia menghadap, baik dalam kesendirian atau ditengah keramaian orang. Ia berdo'a kepadaNya dalam keadaan sempit atau lapang.
Berbeda dengan seorang musyrik yang hatinya terbagi-bagi untuk tuhan-tuhan dan sesembahan yang banyak. Suatu saat ia menghadap dan menyembah kepada orang hidup, pada saat lain ia menghadap kepada orang yang mati.
Sehubungan dengan ini, Nabi Yusuf Alaihissalam berkata:
"Hai kedua penghuni penjara, manakah yang lebih baik tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Mahaesa lagi Mahaperkasa?" (Yusuf: 39)
Orang mukmin menyembah satu Tuhan. Ia mengetahui apa yang membuatNya ridha dan murka. Ia akan melakukan apa yang membu-atNya ridha, sehingga hatinya tenteram. Adapun orang musyrik, ia menyembah tuhan-tuhan yang banyak. Tuhan ini menginginkannya ke kanan, sedang tuhan lainnya menginginkannya ke kiri. Ia terombang-ambing di antara tuhan-tuhan itu, tidak memiliki prinsip dan kete-tapan.
3. Tauhid sumber keamanan manusia:
Sebab tauhid memenuhi hati para ahlinya dengan keamanan dan ketenangan. Tidak ada rasa takut kecuali kepada Allah. Tauhid menutup rapat celah-celah kekhawatiran terhadap rizki, jiwa dan keluarga. Ketakutan terhadap manusia, jin, kematian dan lainnya menjadi sirna. Seorang mukmin yang mengesakan Allah hanya takut kepada satu, yaitu Allah. Karena itu, ia merasa aman ketika manusia ketakutan, serta merasa tenang ketika mereka kalut.
Hal itu diisyaratkan oleh Al-Qur'an dalam firmanNya:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik) mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-An'am: 82)
Keamaan ini bersumber dari dalam jiwa, bukan oleh penjaga-penjaga polisi atau pihak keamanan lainnya. Dan keamanan yang dimaksud adalah keamanan dunia. Adapun keamanan akhirat maka lebih besar dan lebih abadi mereka rasakan.
Yang demikian itu mereka peroleh, sebab mereka mengesakan Allah, mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah dan tidak mencam-puradukkan tauhid mereka dengan syirik, karena mereka mengetahui, syirik adalah kazhaliman yang besar.
4. Tauhid sumber kekuatan jiwa:
Tauhid memberikan kekuatan jiwa kepada pemiliknya, karena jiwanya penuh harap kepada Allah, percaya dan tawakkal kepadaNya, ridha atas qadar (ketentuan)Nya, sabar atas musibahNya, serta sama sekali tak mengharap sesuatu kepada makhluk. Ia hanya menghadap dan meminta kepadaNya. Jiwanya kokoh seperti gunung. Bila datang musibah ia segera mengharap kepada Allah agar dibebaskan darinya. Ia tidak meminta kepada orang-orang mati. Syi'ar dan semboyannya adalah sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam :
"Bila kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Dan bila kamu memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan kepada Allah." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih)
Dan firman Allah Shalallahu Alaihi Wa Salam :
"Jika Allah menimpakan kemudharatan kepadamu maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri." (Al-An'am: 17)
5. Tauhid dasar persaudaraan dan persamaan:
Tauhid tidak membolehkan pengikutnya mengambil tuhan-tuhan selain Allah di antara sesama mereka. Sifat ketuhanan hanya milik Allah satu-satunya dan semua manusia wajib beribadah kepadaNya. Segenap manusia adalah hamba Allah, dan yang paling mulia di antara mereka adalah Muhammad r.
D. MUSUH-MUSUH TAUHID
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh. Yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)." (Al-An'am: 112)
Di antara hikmah dan kebijaksanaan Allah adalah menjadikan bagi para nabi dan du'at tauhid musuh-musuh dari jenis setan-setan jin yang membisikkan kesesatan, kejahatan dan kebatilan kepada setan-setan dari jenis manusia. Hal itu untuk menyesatkan dan menghalangi mereka dari tauhid yang merupakan dakwah utama dan pertama para nabi kepada kaumnya.
Sebab tauhid merupakan asas penting yang di atasnya dibangun dakwah Islam. Anehnya, sebagian orang berasumsi, dakwah kepada tauhid hanya akan memecah belah umat. Padahal justru sebaliknya, tauhid akan mempersatukan umat. Sungguh namanya saja (tauhid berarti mengesakan, mempersatukan) menunjukkan hal itu.
Adapun orang-orang musyrik yang mengakui tauhid rububiyah, dan bahwa Allah pencipta mereka, mereka mengingkari tauhid uluhiyah dalam berdo'a kepada Allah semata, dengan tidak mau meninggalkan berdo'a kepada wali-wali mereka. Kepada Rasulullah r yang mengajak mereka mengesakan Allah dalam ibadah dan do'a, mereka berkata:
"Mengapa dia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." (Shaad: 5)
Tentang umat-umat terdahulu Allah berfirman:
"Demikianlah tidak seorang rasul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengata-kan, 'Dia itu adalah seorang tukang sihir atau orang gila.' Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas," (Adz-Dzaariyaat: 52-53)
Di antara sifat kaum musyrikin adalah jika mereka mendengar seruan kepada Allah semata, hati mereka menjadi kesal dan melarikan diri, mereka kufur dan mengingkarinya. Tetapi jika mendengar syirik dan seruan kepada selain Allah, mereka senang dan berseri-seri. Allah menyifati orang-orang musyrik itu dengan firmanNya:
"Dan apabila hanya nama Allah saja yang disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, dan apabila nama sesembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati." (Az-Zumar: 45)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja yang disembah. Dan kamu percaya apabila Allah diperseku-tukan. Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar," (Ghaafir: 12)
Ayat-ayat di atas meski ditujukan kepada orang-orang kafir, teta-pi bisa juga berlaku bagi setiap orang yang memiliki sifat seperti orang-orang kafir. Misalnya mereka yang mendakwahkan dirinya sebagai orang Islam, tetapi memerangi dan memusuhi seruan tauhid, membuat fitnah dusta kepada mereka, bahkan memberi mereka julukan-julukan yang buruk. Hal itu dimaksudkan untuk menghalangi manusia menerima dakwah mereka, serta menjauhkan manusia dari tauhid yang karena itu Allah mengutus para rasul.
Termasuk dalam golongan ini adalah orang-orang yang jika men-dengar do'a kepada Allah hatinya tidak khusyu'. Tetapi jika men-dengar do'a kepada selain Allah, seperti meminta pertolongan kepada rasul atau para wali, hati mereka menjadi khusyu' dan senang. Sung-guh alangkah buruk apa yang mereka kerjakan.
E. SIKAP ULAMA TERHADAP TAUHID
Ulama adalah pewaris para nabi, Dan menurut keterangan Al-Qur'an, yang pertama kali diserukan oleh para nabi adalah tauhid, sebagaimana disebutkan Allah dalam firmanNya:
"Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut," (An-Nahl: 36)
Karena itu wajib bagi setiap ulama untuk memulai dakwahnya sebagaimana para rasul memulai. Yakni pertama kali menyeru manu-sia kepada mengesakan Allah dalam segala bentuk peribadatan. Terutama dalam hal do'a, sebagaimana disabdakan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam :
"Do'a adalah ibadah". (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits ha-san shahih)
Saat ini kebanyakan umat Islam terjerumus ke dalam perbuatan syirik dan berdo'a (memohon) kepada selain Allah. Hal inilah yang menyebabkan kesengsaraan mereka dan umat-umat terdahulu. Allah membinasakan umat-umat terdahulu karena mereka berdo'a dan ber-ibadah kepada selain Allah, seperti kepada para wali, orang-orang sha-lih dan sebagainya.
Adapun sikap ulama terhadap tauhid dan dalam memerangi syi-rik, terdapat beberapa tingkatan:
1. Tingkatan paling utama:
Mereka adalah ulama yang memahami tauhid, memahami arti penting tauhid dan macam-macamnya. Mereka mengetahui syirik dan macam-macamnya. Selanjutnya para ulama itu melaksanakan kewa-jiban mereka: menjelaskan tentang tauhid dan syirik kepada manusia dengan menggunakan hujjah (dalil) dari Al-Qur'anul Karim dan hadits-hadits shahih . Para ulama tersebut, tak jarang –sebagaimana para nabi– dituduh dengan berbagai macam tuduhan bohong, tetapi mereka sabar dan tabah. Syi'ar dan semboyan mereka adalah firman Allah:
"Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik." (Al-Muzammil: 10)
Dahulu kala, Luqmanul Hakim mewasiatkan kepada putranya, seperti dituturkan dalam firman Allah:
"Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) menger-jakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (Luqman: 17)
2. Tingkatan kedua:
Mereka adalah ulama yang meremehkan dakwah kepada tauhid yang menjadi dasar agama Islam. Mereka merasa cukup mengajak manusia mengerjakan shalat, memberikan penjelasan hukum dan ber-jihad, tanpa berusaha meluruskan aqidah umat Islam. Seakan mereka belum mendengar firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
"Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (Al-An'am: 88)
Seandainya mereka dahulu mengajak kepada tauhid sebelum mendakwahkan kepada yang lain, sebagaimana yang dilakukan oleh para rasul, tentu dakwah mereka akan berhasil dan akan mendapat pertolongan dari Allah, sebagaimana Allah telah memberikan perto-longan kepada para rasul dan nabiNya. Allah berfirman:
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (An-Nuur: 55)
Karena itu, syarat paling asasi untuk mendapatkan pertolongan Allah adalah tauhid dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.
3. Tingkatan ketiga:
Mereka adalah ulama dan du'at yang meninggalkan dakwah ke-pada tauhid dan memerangi syirik, karena takut ancaman manusia, atau takut kehilangan pekerjaan dan kedudukan mereka. Karena itu menyembunyikan ilmu yang diperintahkan Allah agar mereka sampai-kan kepada manusia. Bagi mereka adalah firman Allah:
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan (yang jelas) dan petun-juk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati." (Al-Baqarah: 159)
Semestinya para du'at adalah sebagaimana difirmankan Allah:
"(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepadaNya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah," (Al-Ahzab: 39)
Dalam kaitan ini Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam bersabda:
"Barangsiapa menyembunyikan ilmu, niscaya Allah akan menge-kangnya dengan kekang dari api Neraka." (HR. Ahmad, hadits shahih)
4. Tingkatan keempat:
Mereka adalah golongan ulama dan para syaikh yang menentang dakwah kepada tauhid dan menentang berdo'a semata-mata kepada Allah. Mereka menentang seruan kepada peniadaan do'a terhadap selain Allah, dari para nabi, wali dan orang-orang mati. Sebab mereka membolehkan yang demikian.
Mereka menyelewengkan ayat-ayat ancaman berdo'a kepada se-lain Allah hanya untuk orang-orang musyrik. Mereka beranggapan, tidak ada satu pun umat Islam yang tergolong musyrik. Seakan-akan mereka belum mendengar firman Allah:
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-An'am: 82)
Dan kezhaliman di sini artinya syirik, dengan dalil firman Allah:
"Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar." (Luqman: 13)
Menurut ayat ini, seorang muslim bisa saja terjerumus kepada perbuatan syirik. Hal yang kini kenyataannya banyak terjadi di negara-negara Islam.
Kepada orang-orang yang membolehkan berdo'a kepada selain Allah, mengubur mayit di dalam masjid, thawaf mengelilingi kubur, nadzar untuk para wali dan hal-hal lain dari perbuatan bid'ah dan mungkar, kepada mereka Rasulullah r memperingatkan:
"Sesungguhnya aku sangat takutkan atas umatku (adanya) pemimpin-pemimpin yang menyesatkan." (Hadits shahih, riwayat At-Tirmidzi)
Salah seorang Syaikh Universitas Al-Azhar terdahulu, pernah ditanya tentang bolehnya shalat atau memohon ke kuburan, kemudian syaikh tersebut berkata, "Mengapa tidak dibolehkan shalat (memohon) ke kubur, padahal Rasulullah r di kubur di dalam masjid, dan orang-orang shalat (memohon) ke kuburannya?"
Syaikh Al-Azhar menjawab: "Harus diingat, bahwa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam tidak dikubur di dalam masjidnya, tetapi beliau dikubur di rumah Aisyah. Dan Rasulullah melarang shalat (memohon) ke kuburan. Dan sebagian dari do'a Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam adalah:
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat." (HR. Muslim)
Maksudnya, yang tidak aku beritahukan kepada orang lain, dan yang tidak aku amalkan, serta yang tidak menggantikan akhlak-akhlakku yang buruk menjadi baik. Demikian menurut keterangan Al-Manawi.
5. Tingkatan kelima:
Mereka adalah orang-orang yang mengambil ucapan-ucapan guru dan syaikh mereka, dan menta'atinya meskipun dalam maksiat kepada Allah. Mereka adalah orang-orang yang melanggar sabda Rasulullah :
"Tidak (boleh) ta'at (terhadap perintah) yang di dalamnya terda-pat maksiat kepada Allah, sesungguhnya keta'atan itu hanyalah dalam kebajikan." (HR. Al-Bukhari)
Pada hari Kiamat kelak, mereka akan menyesal atas keta'atan mereka itu, hari yang tiada berguna lagi penyesalan. Allah meng-gambarkan siksaNya terhadap orang-orang kafir dan mereka berjalan di atas jalan kufur, dalam firmanNya:
"Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam Neraka, mereka berkata, 'Alangkah baiknya, andaikata kami ta'at kepada Allah dan ta'at (pula) kepada Rasul.' Dan mereka berkata, 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menta'ati pemimpin-pe-mimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar." (Al-Ahzab: 66-68)
Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini berkata, "Kami mengikuti para pemimpin dan pembesar dari para syaikh dan guru kami, dengan melanggar keta'atan kepada para rasul. Kami mempercayai bahwa mereka memiliki sesuatu, dan berada di atas sesuatu, tetapi kenyata-annya mereka bukanlah apa-apa."
MAKNA "IYYAAKA NA'BUDU WA IYYAAKA NASTA'IIN"
"KepadaMu Kami menyembah dan KepadaMu Kami memohon pertolongan." (Al-Fatihah: 5)
Maksudnya, kami mengkhususkan kepada diriMu dalam beriba-dah, berdo'a dan memohon pertolongan.
1. Para ulama dan pakar di bidang bahasa Arab mengatakan, didahulukannya maf'ul bih (obyek) " Iyyaaka " atas fi'il (kata kerja) " na'budu wa Nasta'in " dimaksudkan agar ibadah dan memohon pertolongan tersebut dikhususkan hanya kepada Allah semata, tidak kepada selainNya.
2. Ayat Al-Qur'an ini dibaca berulang-ulang oleh setiap mus-lim, baik dalam shalat maupun di luarnya. Ayat ini merupakan ikhtisar dan intisari surat Al-Fatihah, yang merupakan ikhtisar dan intisari Al-Qur'an secara keseluruhan.
3. Ibadah yang dimaksud oleh ayat ini adalah ibadah dalam arti yang luas, termasuk di dalamnya shalat, nadzar, menyembelih hewan kurban, juga do'a. Karena Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam bersabda,
"Do'a adalah ibadah." (HR At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih)
Sebagaimana shalat adalah ibadah yang tidak boleh ditujukan kepada rasul atau wali, demikian pula halnya dengan do'a. Ia adalah ibadah yang hanya boleh ditujukan kepada Allah semata. Allah ber-firman,
"Katakanlah, 'Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun denganNya." (Al-Jin: 20)
4. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam bersabda,
"Do'a yang dibaca oleh Nabi Dzin Nun (Yunus) ketika berada dalam perut ikan adalah, 'Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.' Tidaklah seorang muslim berdo'a dengannya untuk (meminta) sesuatu apapun, kecuali Allah akan mengabulkan padanya." (Hadits shahih menurut Al-Hakim, dan disepakati oleh Adz-Dzahabi)
MEMOHON PERTOLONGAN HANYA KEPADA ALLAH
Nabi Shalallahu Alaihi Wa Salam bersabda,
"Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah dan jika eng-kau memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan Kepada Allah." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih)
1. Imam Nawawi dan Al-Haitami telah memberikan penjelasan terhadap makna hadits ini, secara ringkas penjelasan tersebut sebagai berikut, "Jika engkau memohon pertolongan atas suatu urusan, baik urusan dunia maupun akhirat maka mohonlah pertolongan kepada Allah. Apalagi dalam urusan-urusan yang tak seorang pun kuasa atasnya selain Allah. Seperti menyembuhkan penyakit, mencari rizki dan petunjuk. Hal-hal tersebut merupakan perkara yang khusus Allah sendiri yang kuasa." Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman,
"Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu maka tidak ada yang dapat menghilangkannya melainkan Dia sendiri." (A1-An'am: 17)
2. Barangsiapa menginginkan hujjah (argumentasi/dalil) maka cukup baginya Al-Qur'an, barangsiapa menginginkan seorang peno-long maka cukup baginya Allah, barangsiapa menginginkan seorang penasihat maka cukup baginya kematian. Barangsiapa merasa belum cukup dengan hal-hal tersebut maka cukup Neraka baginya. Allah berfirman,
"Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hambaNya?" (Az-Zumar: 36)
3. Syaikh Abdul Qadir Jailani dalam kitab Al-Fathur Rabbani berkata, "Mintalah kepada Allah dan jangan meminta kepada selain-Nya. Mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan memohon per-tolongan kepada selainNya. Celakalah kamu, di mana kau letakkan mukamu kelak (ketika menghadap Allah di akhirat), jika kamu me-nentangNya di dunia, berpaling daripadaNya, menghadap (meminta dan menyembah) kepada makhlukNya serta menyekutukanNya. Engkau keluhkan kebutuhan-kebutuhanmu kepada mereka. Engkau bertawakkal (menggantungkan diri) kepada mereka. Singkirkanlah perantara-perantara antara dirimu dengan Allah. Karena ketergan-tunganmu kepada perantara-perantara itu suatu kepandiran. Tidak ada kerajaan, kekuasaan, kekayaan dan kemuliaan kecuali milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Jadilah kamu orang yang selalu bersama Allah, jangan bersama makhluk (maksudnya, bersama Allah dengan berdo'a kepadaNya tanpa perantara melalui makhlukNya).
4. Memohon pertolongan yang disyari'atkan Allah adalah dengan hanya memintanya kepada Allah agar Ia melepaskanmu dari berbagai kesulitan yang engkau hadapi.
Adapun memohon pertolongan yang tergolong syirik adalah dengan memintanya kepada selain Allah. Misalnya kepada para nabi dan wali yang telah meninggal atau kepada orang yang masih hidup tetapi mereka tidak hadir. Mereka itu tidak memiliki manfaat atau mudharat, tidak mendengar do'a, dan kalau pun mereka mendengar tentu tak akan mengabulkan permohonan kita. Demikian seperti dikisahkan oleh Al-Qur'an tentang mereka.
Adapun meminta pertolongan kepada orang hidup yang hadir untuk melakukan sesuatu yang mereka mampu, seperti membangun masjid, memenuhi kebutuhan atau lainnya maka hal itu dibolehkan. Berdasarkan firman Allah,
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa." (Al-Ma'idah: 2)
Dan sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam ,
"Allah (akan) memberikan pertolongan kepada hamba, selama hamba itu memberikan pertolongan kepada saudaranya." (HR. Muslim)
Di antara contoh meminta pertolongan kepada orang hidup yang dibolehkan adalah seperti dalam firman Allah,
"… maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang dari musuhnya …". (Al-Qashash: 15)
Juga firman Allah yang berkaitan dengan Dzul Qarnain,
"… maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat) …". (Al-Kahfi: 95) %
MAKNA "MUHAMMAD RASULULLAH"
Beriman bahwasanya Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Salam sebagai utusan Allah, adalah membenarkan apa yang dikabarkannya, menta'ati apa yang diperintahkannya, dan meninggalkan apa yang dilarang dan diperingat-kan darinya, serta kita menyembah Allah dengan apa yang disyari'atkannya.
1. Syaikh Abul Hasan An-Nadwy herkata dalam buku "An-Nubuwwah" sebagai berikut, "Para nabi Shalallahu Alaihi Wa Salam , dakwah pertama dan tujuan terbesar mereka di setiap masa adalah meluruskan aqidah (keyakinan) terhadap Allah Subhanahu Wa Ta'ala . Meluruskan hubungan antara hamba dengan Tuhannya. Mengajak memurnikan agama ini untuk Allah dan hanya beribadah kepada Allah semata. Sesungguhnya Dia (Allah) Dzat yang memberikan manfa'at. Yang mendatangkan mudharat. Yang berhak menerima ibadah, do'a, penyandaran diri (iltija') dan sembelihan. Dahulu, dakwah para nabi diarahkan kepada orang-orang yang menyembah berhala, yang secara terang-terangan menyembah berhala-berhala, patung-patung dan orang-orang shalih yang dikultus-kan, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati.
2. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam :
"Katakanlah, 'Aku tidak berkuasa menarik kemanfa'atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya, dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan membawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman'." (Al-A'raaf: 188)
Dan Nabi Shalallahu Alaihi Wa Salam bersabda,
"Janganlah kalian berlebih-lebihan memuji (menyanjung) diriku, sebagaimana orang-orang Nasrani berlebih-lebihan memuji Ibnu Maryam (Isa). Sesungguhnya aku adalah hamba –Allah– maka Katakanlah: 'Hamba Allah dan RasulNya'." (HR. Al-Bukhari)
Makna "Al-Itharuu-an" ialah berlebih-lebihan dalam memuji (menyanjung). Kita tidak menyembah kepada Muhammad, sebagaimana orang-orang Nasrani menyembah Isa Ibnu Maryam, sehingga mereka terjerumus dalam kesyirikan. Dan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam mengajarkan kepada kita untuk mengatakan: "Muhammad hamba Allah dan RasulNya."
3. Sesungguhnya kecintaan kepada Rasul Shalallahu Alaihi Wa Salam adalah berupa keta'atan kepadaNya, yang diekspresikan dalam bentuk berdo'a (me-mohon) kepada Allah semata dan tidak berdo'a kepada selainNya, meskipun ia seorang rasul atau wali yang dekat (di sisi Allah).
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam bersabda:
"Apabila engkau meminta, maka mintalah kepada Allah dan apabila engkau memohon pertolongan, maka mohonlah perto-longan dari Allah." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih)
Dan apabila Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam dirundung duka cita, maka beliau membaca:
"Wahai Dzat yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhlukNya, dengan rahmatMu aku memohon pertolongan." (HR At-Tirmidzi, hadits hasan)
Semoga Allah merahmati penyair yang berkata, "Ya Allah, aku memintaMu untuk menghilangkan kesusahan kami. Dan kesusahan ini, tiada yang bisa menghapusnya kecuali Engkau, ya Allah."
MAKNA LAA ILAAHA ILALLAH (TIADA TUHAN YANG BERHAK DISEMBAH MELAINKAN ALLAH)
Kalimat laa ilaaha illallah ini mengandung makna penafian (peniadaan) sesembahan selain Allah dan menetapkannya untuk Allah semata.
1. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah." (Muhammad: 19)
Mengetahui makna laa ilaaha illallah adalah wajib dan harus didahulukan dari seluruh rukun yang lainnya.
2. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Salam bersabda:
"Barangsiapa mengucaphan laa ilaaha illallah dengan Keikh-lasan hati, pasti ia masuk Surga." (HR. Ahmad, hadits shahih)
Orang yang ikhlas ialah yang memahami laa ilaaha illallah, mengamalkannya, dan menyeru kepadanya sebelum menyeru kepada yang lainnya. Sebab kalimat ini mengandung tauhid (pengesaan Allah), yang karenanya Allah menciptakan alam semesta ini.
3. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam menyeru pamannya Abu Thalib ketika menjelang ajal,
"Wahai pamanku, katakanlah, 'Laa ilaaha illallah' (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), seuntai kalimat yang aku akan berhujjah dengannya untukmu di sisi Allah, maka ia (Abu Thalib) enggan mengucapkan laa ilaaha illallah." (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam tinggal di Makkah selama 13 tahun, beliau mengajak (menyeru) bangsa Arab: "Katakanlah, 'Laa ilaaha illallah' (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), maka mereka menjawab: 'Hanya satu tuhan, kami belum pernah mendengar seruan seperti ini?' Demikian itu, karena bangsa Arab memahami makna kalimat ini. Sesungguhnya barangsiapa mengucapkannya, niscaya ia tidak menyembah selain Allah. Maka mereka meninggalkannya dan tidak mengucapkannya. Allah I berfirman kepada mereka:
"Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mere-ka, 'Laa ilaaha illallah (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah)', mereka menyombongkan diri, dan mereka berkata, Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sem-bahan-sembahan kami karena seorang penyair gila? 'Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan rasul-rasul (sebelumnya)'." (Ash-Shaffat: 35-37)
Dan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam bersabda:
"Barangsiapa mengucapkan, 'Laa ilaaha illallah' (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) dan mengingkari sesua-tu yang disembah selain Allah, maka haram hartanya dan darah-nya (dirampas/diambil)." (HR. Muslim)
Makna hadits tersebut, bahwasanya mengucapkan syahadat me-wajibkan ia mengkufuri dan mengingkari setiap peribadatan kepada selain Allah, seperti berdo'a (memohon) kepada mayit, dan lain-lain-nya.
Ironisnya, sebagian orang-orang Islam sering mengucapkan syahadat dengan lisan-lisan mereka, tetapi mereka menyelisihi maknanya dengan perbuatan-perbuatan dan permohonan mereka kepada selain Allah.
5. Laa ilaaha illallah adalah asas (pondasi) tauhid dan Islam, pedoman yang sempurna bagi kehidupan. Ia akan terealisasi dengan mempersembahkan setiap jenis ibadah untuk Allah. Demikian itu, apabila seorang muslim telah tunduk kepada Allah, memohon kepa-daNya, dan menjadikan syari'atNya sebagai hukum, bukan yang lain-nya.
6. Ibnu Rajab berkata: "Al-Ilaah (Tuhan) ialah Dzat yang dita'ati dan tidak dimaksiati, dengan rasa cemas, pengagungan, cinta, takut, pengharapan, tawakkal, meminta, dan berdo'a (memohon) ke-padaNya. Ini semua tidak selayaknya (diberikan) kecuali untuk Allah Shalallahu Alaihi Wa Salam . Maka barangsiapa menyekutukan makhluk di dalam sesuatu per-kara ini, yang ia merupakan kekhususan-kekhususan Allah, maka hal itu akan merusak kemurnian ucapan laa ilaaha illallah dan mengan-dung penghambaan diri terhadap makhluk tersebut sebatas perbuatannya itu.
7. Sesungguhnya kalimat "Laa ilaaha illallah" itu dapat bermanfaat bagi yang mengucapkannya, bila ia tidak membatalkannya dengan suatu kesyirikan, sebagaimana hadats dapat membatalkan wudhu seseorang.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam bersabda:
"Barangsiapa yang akhir ucapannya laa ilaaha illallah, pasti ia masuk Surga." (HR. Hakim, hadits hasan) %
MACAM-MACAM TAUHID
Tauhid adalah mengesakan Allah dengan beribadah kepadaNya semata. Ibadah merupakan tujuan penciptaan alam semesta ini. Allah berfirman,
"Dan Aku (Allah) tidah menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." (Adz-Dzaariyaat: 56)
Maksudnya, agar manusia dan jin mengesakan Allah dalam beribadah dan mengkhususkan kepadaNya dalam berdo'a.
Tauhid berdasarkan Al-Qur'anul Karim ada tiga macam:
1. TAUHID RUBUBIYAH
Yaitu pengakuan bahwa sesungguhnya Allah adalah Tuhan dan Maha Pencipta. Orang-orang kafir pun mengakui macam tauhid ini. Tetapi pengakuan tersebut tidak menjadikan mereka tergolong sebagai orang Islam. Allah berfirman,
2. "Dan sungguh, jika Kamu bertanya hepada mereka, 'Siapakah yang menciptakan mereka', niscaya mereka menjawab,'Allah'." (Az-Zukhruf: 87)
Berbeda dengan orang-orang komunis, mereka mengingkari ke-beradaan Tuhan. Dengan demikian, mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah.
3. TAUHID ULUHIYAH
Yaitu mengesakan Allah dengan melakukan berbagai macam ibadah yang disyari'atkan. Seperti berdo'a, memohon pertolongan kepada Allah, thawaf, menyembelih binatang kurban, bernadzar dan berbagai ibadah lainnya.
Macam tauhid inilah yang diingkari oleh orang-orang kafir. Dan ia pula yang menjadi sebab perseteruan dan pertentangan antara umat-umat terdahulu dengan para rasul mereka, sejak Nabi Nuh alihissalam hingga diutusnya Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wa Salam.
Dalam banyak suratnya, Al-Qur'anul Karim sering memberikan anjuran soal tauhid uluhiyah ini. Di antaranya, agar setiap muslim berdo'a dan meminta hajat khusus kepada Allah semata.
Dalam surat Al-Fatihah misalnya, Allah berfirman,
"Hanya Kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah Kami memohon pertolongan." (Al-Fatihah: 5)
Maksudnya, khusus kepadaMu (ya Allah) kami beribadah, hanya kepadaMu semata kami berdo'a dan kami sama sekali tidak memohon pertolongan kepada selainMu.
Tauhid uluhiyah ini mencakup masalah berdo'a semata-mata hanya kepada Allah, mengambil hukum dari Al-Qur'an, dan tunduk berhukum kepada syari'at Allah. Semua itu terangkum dalam firman Allah,
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku maka sembahlah Aku." (Thaha: 14)
4. TAUHID ASMA' WA SHIFAT
Yaitu beriman terhadap segala apa yang terkandung dalam Al-Qur'anul Karim dan hadits shahih tentang sifat-sifat Allah yang berasal dari penyifatan Allah atas DzatNya atau penyifatan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam.
Beriman kepada sifat-sifat Allah tersebut harus secara benar, tanpa ta'wil (penafsiran), tahrif (penyimpangan), takyif (visualisasi, penggambaran), ta'thil (pembatalan, penafian), tamtsil (penyerupaan), tafwidh (penyerahan, seperti yang.banyak dipahami oleh manusia) .
Misalnya tentang sifat al-istiwa ' (bersemayam di atas), an-nuzul (turun), al-yad (tangan), al-maji' (kedatangan) dan sifat-sifat lainnya, kita menerangkan semua sifat-sifat itu sesuai dengan keterangan ulama salaf. Al-istiwa' misalnya, menurut keterangan para tabi'in sebagaimana yang ada dalam Shahih Bukhari berarti al-'uluw wal irtifa' (tinggi dan berada di atas) sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allah Shalallahu Alaihi Wa Salam . Allah berfirman,
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syuura: 11)
Maksud beriman kepada sifat-sifat Allah secara benar adalah dengan tanpa hal-hal berikut ini:
1. Tahrif (penyimpangan): Memalingkan dan menyimpangkan zhahir-nya (makna yang jelas tertangkap) ayat dan hadits-hadits shahih pada makna lain yang batil dan salah. Seperti istawa (bersema-yam di tempat yang tinggi) diartikan istaula (menguasai).
2. Ta'thil (pembatalan, penafian): Mengingkari sifat-sifat Allah dan menafikannya. Seperti Allah berada di atas langit, sebagian ke-lompok yang sesat mengatakan bahwa Allah berada di setiap tempat.
3. Takyif (visualisasi, penggambaran): Menvisualisasikan sifat-sifat Allah. Misalnya dengan menggambarkan bahwa bersemayamnya Allah di atas 'Arsy itu begini dan begini. Bersemayamnya Allah di atas 'Arsy tidak serupa dengan bersemayamnya para makhluk, dan tak seorang pun yang mengetahui gambarannya kecuali Allah semata.
4. Tamtsil (penyerupaan): Menyerupakan sifat-sifat Allah de-ngan sifat-sifat makhlukNya. Karena itu kita tidak boleh mengatakan, "Allah turun ke langit, sebagaimana turun kami ini". Hadits tentang nuzul-nya Allah (turunnya Allah) ada dalam riwayat Imam Muslim.
Sebagian orang menisbatkan tasybih (penyerupaan) nuzul ini kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ini adalah bohong besar. Kami tidak menemukan keterangan tersebut dalam kitab-kitab beliau, justru sebaliknya, yang kami temukan adalah pendapat beliau yang mena-fikan tamtsil dan tasybih.
5. Tafwidh (penyerahan): Menurut ulama salaf, tafwidh hanya pada al-kaif (hal, keadaan) tidak pada maknanya. Al-Istiwa' misalnya berarti al-'uluw (ketinggian), yang tak seorang pun mengetahui bagai-mana dan seberapa ketinggian tersebut kecuali hanya Allah.
6. Tafwidh (penyerahan): Menurut Mufawwidhah (orang-orang yang menganut paham tafwidh) adalah dalam masalah keadaan dan makna secara bersamaan. Pendapat ini bertentangan dengan apa yang diterangkan oleh ulama salaf seperti Ummu Salamah x, Rabi'ah guru besar Imam Malik dan Imam Malik sendiri. Mereka semua se-pendapat bahwa, "Istiwa' (bersemayam di atas) itu jelas pengertian-nya, bagaimana cara/keadaannya itu tidak diketahui, iman kepadanya adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid'ah."
Maksudnya bertanya tentang bagaimana cara/keadaan istiwa'. Karena sang penanya bertanya kepada imam Malik, "Bagaimana Tuhan kita bersemayam?" Lalu Imam Malik menjawab bahwa bertanya tentangnya adalah bid'ah (tentang cara/keadaan bersemayam). Juga karena Imam Malik berlihat kepada si penanya, "Al-Istiwa' (bersemayam di atas) itu jelas pengertiannya, bagaimana kemudian dia berkata, 'Bertanya tentangnya adalah bid'ah? Ini tentu tidak!"
Syeikh Aidh Abdullah Al-Qarni:
Takutlah pada Allah Wahai Rakyat Irak....
Syaikh Aidh Abdullah Al-Qarni, namanya sudah lekat di hati penikmat buku Islam di tanah air. Ia adalah penulis buku best seller "Laa Tahzan." Selain dikenal aktif menulis buku-buku yang mendapat sambutan luas di berbagai negara dunia, Al-Qarni juga tokoh yang dikenal memiliki pandangan moderat. Ia mengikuti perkembangan dunia Islam dalam berbagai dinamikanya. Beberapa waktu lalu, wartawan majalah Al-Mujtama’ terbitan Kuwait, mewawancarainya tentang banyak masalah termasuk masalah krisis di Irak dan Palestina. Berikut petikannya:
Ada issu bahwa belakangan Anda menghindar dari medan dakwah. Sebenarnya apa yang terjadi?
Saya memerlukan beberapa waktu untuk menata kembali bahan-bahan saya dan menenangkan diri sejenak dengan kembali ke perpustakaan saya. Sebenarnya, saya tidak meninggalkan dakwah karena dakwah merupakan kewajiban syariat yang tidak boleh ditinggalkan oleh seorang Muslim. Dan dakwah juga termasuk dari ibadah. Duduk di rumah tidak berarti meninggalkan atau menjauhi dakwah karena seseorang bisa melakukan dakwah melalui penulisan buku, komunikasi, atau dengan pergi ke masjid. Media massa mungkin salah paham dengan ungkapan saya. Kemudian muncul anggapan bahwa saya mengisolir diri dari dakwah. Barangkali bisa dikatakan bahwa fase ini merupakan fase istirahat bagi saya untuk tidak tampil ke permukaan. Alhamdulillah, setelah beberapa bulan kini saya sudah kembali beraktifitas sebagaimana sebelumnya, mengisi ceramah, seminar dan lainnya.
Apa pendapat Anda tentang kelompok sekuler dan ekstrim yang memainkan peran besar dalam upaya mengisolir Anda?
Di masyarakat kita ini terdapat kelompok orang yang jauh dari sikap moderat. Kelompok yang memberatkan agama sebagaimana jenis kelompok Al-Khawarij. Ini yang dialami sejumlah da’i dan penuntut ilmu lalu mereka dituduh sebagai sebab kemunculan teroris. Mereka kemudian berhadapan dengan kelompok lainnya yang mengkafirkan serta menganggap kami sebagai ulama penguasa. Mereka tidak mau berdialog dan diluruskan. Tentu saja arus moderat ini tidak disukai oleh kedua kelompok itu. Kemudian muncullah cacian, makian, cercaan yang menyakitkan orang lain betapapun kedudukan orang tersebut.
Bagaimana Anda memandang umat Islam saat ini?
Kondisi umat Islam sekarang dalam kondisi lemah baik dalam aspek politik, ilmu pengetahuan, ekonomi maupun militer. Ini realitas yang sudah diketahui. Jika kita mengakui kerancuan dan kelemahan, kita akan bisa memperoleh jalan keluar dan obatnya. Saya bukan tipe orang yang menyerah dengan keadaan lalu menutup harapan. Kami katakan kepada mereka: Tidak, masih ada harapan insya Allah dan masa depan tetap milik kaum Muslimin sebagaimana Allah swt firmankan kepada kita. Akan tetapi kapan kita bisa tulus bersama Allah? Kapan kita membina diri kita untuk tetap berada dalam kebenaran?
Umat Islam hari ini membutuhkan persatuan Islam untuk menghimpun seluruh negara dari Timur dan Barat. Kita juga menghendaki jerih payah para da’i dan ulama untuk mengajarkan agama yang benar pada masyarakat sehingga mereka mengerti tanpa ada kecenderungan ekstrim. Kita juga membutuhkan diterapkannya hukum Allah dari pihak penguasa. Umar bin Khattab memperoleh kemenangan di atas umat yang lain karena bertahkim kepada syariat Allah swt.
Kondisi kita hari ini lebih baik dari sepuluh tahun lalu. Sekarang ada fenomena masyarakat kembali kepada agama juga dengan adanya ulama besar seperti Yusuf Qardhawi. Sekarang kondisinya sudah berubah dari nasionalisme Arab pada forum-forum penyadaran dan para ulama kini sudah banyak didukung berbagai sarana dan prasarana informasi seperti internet dan pemancar televisi. Ini semua membuat kita optimis memandang masa depan. Kita hanya memerlukan beberapa waktu saja agar umat ini berjaya kembali seperti para pendahulunya.
Sekarang Irak tengah dicabik-cabik oleh perang saudara yang berbasis sekte, apa pandangan Anda tentang hal ini?
Bangsa Irak adalah bangsa mulia. Irak adalah sumber peradaban masa lalu dan wilayah berdirinya khilafah Abbasiyah serta rahim kelahiran para ulama besar. Maka kami katakan kepada rakyat Irak: Wahai para ahli berpikir dan ahli ilmu. Bersatulah di bawah kalimat Laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah. Wahai rakyat Irak, Sunni maupun Syiah. Takutlah kepada Allah swt dalam hal pertumpahan darah, dalam pembunuhan. Saya mengkhawatirkan kondisi Irak saat ini karena mereka kini seperti berada di tepi jurang yang dalam akibat perang saudara. Jika itu terjadi akan muncul musibah besar dan penjajah AS di Irak akan terlupakan. Saya katakan kepada rakyat Irak: Takutlah kepada Allah wahai rakyat Irak. Kami berdoa kepada Allah agar menghindarkan Irak dari perang saudara dan perpecahan.
Bagaimana Anda memandang kemenangan Hamas di Palestina yang kini menghadapi tantangan berat dari berbagai penjuru dunia? Apa kewajiban umat Islam terhadap masalah ini?
Saya bergembira Hamas memimpin Palestina. Saya bersyukur karena mereka adalah para da’i, para pemikir, yang mengerti, tangan dan hati mereka bersih. Mereka juga mendapat kepercayaan rakyat Palestina. Langkah-langkah yang dilakukan Hamas adalah langkah-langkah yang telah dikaji dan muncul dari pemahaman yang dalam dari kader-kader, mereka para politisi dan pemikir. Jika pemahaman ini sudah didapat selebihnya adalah kesuksesan insya Allah. Kita lihat sampai saat ini seluruh sepakterjang Hamas selalu muncul dari syuro organisasi mereka. Karena itulah nyaris tak ada kekisruhan dan kekacauan sehingga memunculkan ketakutan musuh-musuh Islam. Musuh Islam mengira kondisi Hamas akan tidak menentu karena mereka berpendapat para pakar dan penuntut ilmu tidak becus menjalani kepemimpinan. Tapi kenyatannya justru berbalik. Mereka justru semakin mendapat kepercayaan dari rakyat Palestina.
Kaum Muslimin, jika mereka benar ingin membantu Palestina hendaknya ia mengganti kerugian rakyat Palestina dengan harta dan mendukung dengan uang karena ini adalah pilihan rakyat Palestina.
Saudara-saudara kami di Hamas tidak perlu nasihat karena mereka telah hidup secara langsung dan mengetahui kondisi mereka. Sebagian ulama beberapa waktu lalu meminta Hamas untuk lebih fleksibel, lebih memahami politik negara, cerdas dan diplomatis.
Pandangan Anda tentang demokratsi di negara-negara Arab?
Demokrasi di negara Arab adalah demokrasi palsu dan rekayasa, bukan sebenarnya. Benar-benar penguasa yang memakai baju demokrasi agar bisa beralasan di hadapan dunia dan menyesuaikan diri di hadapan Barat yang terus menerus menekan penguasa Arab untuk menerapkan demokrasi. Jadi kami melihat, di satu sisi mereka berambisi pada kekuaaan, dan disisi lain mereka mencari simpatik rakyat. Demokrasi mereka gunakan seperti obat tetapi tidak menyembuhkan penyakit, melainkan berada di tengah-tengah. Tapi saya katakan dengan tegas, bahwa demokrasi di negara Arab yang paling bersih adalah demokrasi yang terjadi di Palestina pada waktu lalu hingga memenangkan Hamas.
Jadi, apa bedanya demokrasi Barat dengan demokrasi yang diajarkan Islam?
Kita dalam Islam mempunyai sistem syuro. Dalam sumber-sumber syariat Islam tidak kita dapati batasan format pemerintahan apakah itu kerajaan, khilafah, republik atau federal. Kita juga harus berinteraksi dengan sistem demokrasi yang kini menjadi anutan masyarakat zaman ini. Karena itulah juga tidak mengatakan halal atau haram. Tidak ada pengharaman demokrasi dalam Islam.
Apa poin-poin kebangkitan umat Islam menurut Anda yang harus difokuskan saat ini?
Dalam Islam kita diajak untuk memperhatikan masalah ilmu. Tapi masalah kita adalah, umat Islam bukan umat pembaca. Dari sanalah muncul kerancuan di berbagai bidang. Perbedaan antara kita dan Barat dalam inovasi adalah dalam hal buku. Ilmu harus didukung dengan kecintaan membaca, pengkajian di berbagai forum sehingga kita percaya dengan ilmu yang kita miliki, serta yakin dengan kemampuan dan spesialisasi kita. Demikian pula, kita harus mengambil pelajaran dari orang lain.
(sumber: eramuslim.com/na-str/almjtm)
Saya menyukai artikel ini makanya saya posting di sini mudah-mudahan ini bermanfaat
ILMU
Dua macam ilmu
Dengan matan di atas, Abu Ja'far menerangkan bahwa kewajiban kita terhadap ilmu yang terlarang adalah mengimaninya dan mengembalikannya kepada Allah. Kita dilarang mempelajarinya, apalagi mengklaim bahwa kita menguasainya. Siapa saja yang mencari-cari ilmu yang terlarang itu, menurut Ibnu Abil 'Izz, salah seorang ulama yang mensyarah pernyataan Abu Ja'far ath-Thahawi di atas, sama dengan orang kafir yang disebut oleh Allah di dalam firman-Nya,
"Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Rabb mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan, 'Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?' Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan oleh Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik." (QS. Al-Baqarah: 26)
Orang-orang kafir bertanya ingkar, sedangkan orang-orang yang beriman yakin dan taslim kepada Allah. Orang-orang yang beriman meyakini bahwa perumpamaan itu datang dari Allah karena memang semua datang dari Allah. Pernyataan mereka ini sama dengan pernyataan mereka saat mendapati ayat-ayat Mutasyabih –menurut sebagian mufassir– mereka mengembalikan yang Mutasyabih kepada yang Muhkam seraya mengatakan, "Semua dari Allah". Allah berfirman,
Sedangkan tentang sikap orang-orang yang sesat dan di hati mereka ada penyakit, Allah berfirman,
Akibat tidak Taslim
"Pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan pengatahuannya?'"(QS. Al-Jatsiyah: 23)
Jika sudah demikian –seperti dinyatakan oleh Abu Ja'far ath-Thahawi– pengajuan buruknya itu hanya akan menghalanginya dari kejernihan ma'rifah, kebenaran akidah, dan kebenaran iman. Pada imannya ada lubang, di dalam tauhidnya ada kelemahan dan kekurangan, dan di dalam imannya ada kabut. Semua karena dia mencari sesuatu yang terlarang.
Bukannya kita tidak diperbolehkan berpikir dan menggunakan rasio. Tetapi ada perkara-perkara dalam ma'rifah, akidah, dan iman yang bukan merupakan ladang kerja pikiran dan rasio. Ada banyak ladang dan medan kerja pikiran dan rasio di luar ketiganya yang dibolehkan, dan seandainya kita mau mengeksploitasi pikiran dan rasio kita untuknya, pun kita akan kehabisan waktu. Ladang itu adalah ilmu pengetahuan alam, hal-ihwal makhluk, dan lain sebagainya.
Demikianlah, jika kita dilarang melakukan sesuatu, mestinya kita tidak boleh melanggarnya. Saat kita dilarang mencari-cari ilmu tentang kaifiyah sifat-sifat Allah dan hakikat perkara-perkara yang ghaib, sejatinya hal itu karena kita memang tidak akan pernah sampai ke sana (selama kita berada di dunia ini). Sekali lagi, jika kita nekat, sungguh, ini adalah awal dari sikap berpaling kita dari ajaran Rasulullah n. Dan sejarah mencatat, faktor terbesar dari sesatnya manusia adalah karena mereka berpaling dari ajaran Rasulullah n dan menyibukkan diri dengan pendapat orang-orang Yunani dan pendapat-pendapat yang lain.
Dus, taslim kepada petunjuk Nabi SAW adalah pondasi tauhid, pilar ma'rifah, dan penopang iman.
Sebuah pesan terkait dengan dakwah
Jika kita berdakwah atau menyeru umat menuju jalan Allah, maka yang pertama-tama mesti kita siapkan adalah ajakan dan seruan kita untuk mengimani dan meyakini petunjuk Rasulullah n. Keimanan dan keyakinan yang diikuti dengan ketundukan dan kesanggupan untuk memanifestasikannya. Keliru jika langkah pertama dakwah kita adalah seruan menuju kepuasaan dan kepasrahan akal atau penerimaan konsep dan teori rasional ansich. Sebab kepuasan konseptual jarang –jika tidak boleh mengatakan tidak sama sekali– mengakibatkan iman dan ketundukan kepada Allah. Allah berfirman,
"Katakanlah (Muhammad), 'Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku menyeru (kalian) kepada Allah dengan bashirah."(QS. Yusuf: 108)
Jika yang kita inginkan dalam dakwah sekedar memuaskan khalayak bahwa Islam tidak bertentangan dengan ilmu maupun peradaban, kita cukup mengadakan seminar atau simposium, di mana kita dapat memaparkan kesesuaian Islam dengan ilmu pengetahuan dan peradaban, kemudian diadakan dialog dengan waktu yang panjang sampai semua yang hadir terpuaskan dan tidak tersisa lagi pertanyaan. Tetapi hal itu tidak akan membuahkan sesuatu yang kita inginkan sebagaimana jika kita bisa memuaskan seseorang akan urgensi beriman kepada Allah, bahwa tidak ada jalan selamat dari siksa neraka dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat melainkan dengan mengimani semua yang dibawa oleh Nabi SAW.
Tujuan pertama dakwah bukanlah memuaskan akal. Tujuannya adalah memuaskan keyakinan hati. Dakwah lebih berbicara kepada hati daripada berbicara kepada akal.
Larangan bicara tanpa ilmu
Matan ini, sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Abil 'Izz dan pensyarah yang lain, juga mengisyaratkan supaya kita tidak berbicara tanpa ilmu, baik mengenai Ushuluddin maupun yang lain. Seseorang yang tidak memiliki ilmu tentu tidak tahu manakah perkara yang boleh dipelajari dan manakah pula yang tidak. Dan karenanya, bisa-bisa dia terperosok berbicara mengenai perkara yang sebenarnya dia tidak diperkenankan mempelajarinya. Allah berfirman,
"Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki ilmu tentangnya." (QS. Al-Isra: 36)
"Di antara manusia ada orang yang membantah Allah tanpa ilmu dan mengikuti para setan yang sangat jahat. (Para setan) yang telah ditetapkan, bahwa barangsiapa yang berkawan dengan dia, maka dia akan menyesatkannya, dan membawanya ke adzab neraka." (QS. al-Hajj: 3-4)
Akhirnya, mari kita ber-taslim kepada petunjuk RasulullahSAW dalam perkara-perkara yang kita tidak dibolehkan mempelajarinya dan janganlah kita berbicara tentang berbagai ihwal agama ini tanpa ilmu. Wallahul Muwaffiq.
Thursday, June 19, 2008
TANDA-TANDA SALAH PILIH PASANGAN
Cinta memang memerlukan pengorbanan. Dalam suatu perhubungan tidak boleh menghitung untung rugi. Tapi jika anda lebih banyak berkorban sedangkan dia ala kadar sahaja, memang tidak adil. Apabila anda yang selalu mengorbankan waktu bersama teman-temannya dan keluarga hanya untuk bersama dia, sedangkan dia tidak pernah melakukannya untuk anda. Maka hal ini menandakan bahwa dia bukanlah pilihan yang tepat.
2. Rakan-rakan mulai menjauhkan diri
Sebelum dia menjadi kekasih, kawan2 mengelilingi anda. Keadaan berubah seratus delapan puluh derjah ketika anda menjalin cinta dengan si dia. Satu persatu sahabat anda menghilang dan menjauhkan diri maka jangan salahkan mereka. Mungkin saja sikap mereka dipengaruhi oleh sikap sejak anda memiliki dia dan anda bukan teman yang menyenangkan lagi.
3. Sahabat enggan membicarakannya.
Saat anda membicarakan tentang dia, ekspresi wajah dan body language sahabat anda terlihat resah. Mereka mulai rajin melihat jam tangan seolah2 dia tidak betah bersembang lama-lama dengan anda. Atau setiap kali anda menyebut nama si dia dan bersemangat menceritakan betapa hebatnya si dia, sahabat anda mengalihkan pembicaraan atau hanya menanggapi seadanya.
4. Hubungan panas dingin.
Di awal hubungan, sudah pasti anda dan pasangan sedang hot menjalinkan hubungan. Tapi semakin hari dia berubah menjadi acuh tak acuh dan dingin maka menandakan bahwa dia belum mau serius dengan anda. Ketika ia melihat anda begitu serius menjalinkan hubungan, dia merasa tidak sedap hati. Tak hairan sikapnya jadi berubah seperti itu. Kalau anda ingin hubungan yang mantap dengannya, maka anda telah salah pilih orang.
5. Terlalu banyak usaha.
Anda sering kali terlalu berusaha untuk sekedar bertemu dia. Anda selalu guna pelbagai cara untuk ke pejabat dan tempat tinggalnya, walaupun sekadar makan di gerai dekat pejabatnya, atau tiba-tiba datang ke pejabatnya untuk memberi sesuatu. Atau bahkan anda rela bersusah payah mengatur perjalanan untuk bertemu dengannya di tempat di luar kawasan. Padahal, sejujurnya dia tidak menghargai semua usaha anda itu.
6. Hidup terasa terkonkong
Anda yang sebelum ini super aktif, independen, penuh semangat, tiba-tiba berubah menjadi orang yang tergantung dan tunduk kepadanya. Anda tidak lagi ke tempat yang diinginkan sesuka hati, atau beraktiviti sesuai dengan minat tanpa keizinan si dia. Jika anda ingin pergi ke tempat yang anda inginkan maka ada syaratnya yaitu harus bersama dia. Pergaulan anda pun mendapat pengawasan ketat darinya sehingga kadang2 dia akan menyoal anda seperti seorang polis kepada penjahat. Apalagi saat anda sedang makan siang bersama rakan sekerja lelaki, pasti dia akan lebih memperketat konkongannya.
7. Berat tubuh susut.
Berat badan anda sebelum dan sesudah menjadi pasangannya susut 3 hingga 4 kg. Ada dua kemungkinan terjadinya penyusutan ini, anda melakukan diet keras untuk mendapatkan tubuh yang ideal. Atau anda sering tertekan memikirkan sikap dan prilakunya terhadap anda yang seringkali menyakitkan hati.
8. Hilang Keyakinan diri
Anda selalu merasa menyesal telah salah pilih pakaian, aksesori, bahkan kata-kata, setiap habis bertemu dengannya. Jangan mencari-cari kesalahan sendiri, kerana kehadiran seorang pasangan seharusnya menjadi pemangkin keyakinan diri dan penenang diri anda. Jadi apabila anda merasa serba salah dan takut, sebaiknya tinggalkan dia mulai dari sekarang.
9. Isteri / Suami orang.
Jika kekasih anda adalah isteri/suami orang, maka sudah pasti anda salah pilih orang. Kerana sudah jelas dia sudah memiliki suami/isteri tapi anda masih tetap mau menjadi pasangannya. Lelaki berstatus suami orang memang sangat menarik hati, apalagi rayuannya. Tapi mereka paling senang menabur janji, egois tanpa memikirkan perasaan anda. Jadi untuk apa anda menunggu dia, saat dia mengatakan akan menceraikan suami/ istrinya, sudah pasti hal itu jarang sekali terjadi.
Bunga kebahagiaan
- Bangun dipagi hari dan memohon ampunan dariNya
- Salat dua rakaat dengan khusu'
- Membaca quran dengan tadabbur
- Berkawan dengan orang saleh
- Berpuasa di panas hari yang terik
- Bersedekah dengan sembunyi-sembunyi
- Meringankan kesulitan orang susah
- Berkawan dengan buku
- Hidup dengan ikhlas dan selalu mensyukuri ni'mat Allah
- Dan hidup dengan wara' dan tawadhu kepada Allah.